Memuaskan Tante Chinese Part 1
Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan memang dirasakan sangat
memberatkan bagi kelompok masyarakat kelas menengah kebawah, begitu juga
yang menimpa masyarakat di perumahan Mr tempat aku tinggal. Sehingga
ibu-ibu rumah tangga harus pandai benar untuk mengelola/mengatur
pembelanjaan uangnya agar bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya
selama satu bulan. Salah satu bentuk efisiensi yang dilakukan isteriku
yaitu yang biasanya setiap harinya memakai kompor elpiji, maka untuk
lebih menghemat akhirnya membeli kompor dengan bahan bakar minyak tanah.
Dan kompor minyak tanah itu merupakan temuan baru dari salah satu
mahasiswa tehnik PTN di Surabaya yang sudah dipatenkan.
Pada suatu hari di bulan Desember, Distributor kompor yang aku
ceritakan tadi mengirim salah satu karyawannya untuk mengantar barang
yang aku pesan serta melakukan demo cara-cara pemasangan dan operasional
kompor tersebut. Saat dilakukan demo, salah satu tetanggaku yang
kebetulan kontrak rumah di depanku, janda berusia 40 tahun dengan dua
anak yang satu sudah kuliah dan satunya masih SMA, ikut nimbrung untuk
melihat demo kompor. Biasanya aku memanggil dia dengan sebutan Tacik,
karena memang dia warga keturunan. Acara demo-mendemo kompor selesai dan
akhirnya Tacik ikut memesan satu kompor untuk keperluan rumah
tangganya, kejadian demo kompor sudah satu minggu berlalu, hingga
berlanjut dengan kisahku ini.
Pagi itu setelah mengantar isteriku kerja, aku tidak langsung
berangkat kekantor, tetapi pulang dulu kerumah, karena ada kerjaan yang
harus aku selesaikan di meja komputerku. Setelah pekerjaan selesai, aku
duduk-duduk di teras minum kopi sambil menikmati sebatang rokok Gudang
Garam Surya kesukaanku. Saat enak- enaknya aku menikmati sebatang rokok
karena pekerjaan kantor udah beres, tiba-tiba dari depan rumahku
terdengar teriakan Tacik. “Om.. om Hr.. aku minta tolong bisa khan”?
“Minta tolong apa dulu, kalau dimintai tolong untuk sarapan pagi sih aku
mau-mau aja” Jawabku dengan sedikit becanda. “Ini lho Om, kompor yang
aku beli kemarin nyalanya koq agak merah, nggak seperti punya isteri Om
Hr..” “Ohh.. gitu, mungkin sumbunya terlalu panjang waktu memasangnya,
coba tak lihatnya dulu” kataku sambil beranjak kerumahnya.
Sampai di rumah Tacik aku langsung dipersilahkan ke dapur untuk
mencoba cek nyala kompor dan memang benar nyalanya agak kemerah-merahan.
“Om aku minta tolong dong, dibetulin kompornya mau khan..?”, teriaknya
agak manja sambil mengucek-ucek cucian bajunya. “Beres, asal dikasih
imbalan yang enak-enak..”, godaku, sambil mulai membongkar kompor.
“Achh.. Om Hr ini bisa aja, yang enak-enak itu maksudnya apa sih Om..?”
tanyanya kayak orang bloon. “Yeach.. semua aja yang special dan kita
anggap enak” jawabku sambil membuang putung rokok ke bak sampah dapur.
Sambil mulai bongkar-bongkar kompor, aku sempat melirik Tacik yang lagi
cuci pakaian, “Busyet.. Ckk.. ck.. ckk!” rutukku dalam hati.
Aku merasa seperti terbangun dari mimpi buruk, ternyata sedari tadi
tanpa kusadari, Tacik cuma memakai pakaian tidur warna putih yang sangat
tipis sekali dan bagian atas cuma memakai tali kecil yang tersampir
dipundak, sehingga Bh dan Cd yang dipakainya kelihatan jelas bentuk
maupun warnanya. Saat aku meliriknya, Tacik lagi berdiri agak nungging
membelakangiku untuk membilas cucian bajunya, sehingga pantatnya yang
gempal bulat, berisi daging padat dan kenyal itu kelihatan menggoda
untuk dibelai dan disentuh.. Apalagi Cd warna merah jambu yang
dipakainya kelihatan tercetak jelas di bongkahan pantat gempalnya dan
serasi benar dengan warna putih mulus kulitnya, dan berdirinya agak
ngangkang lagi.., pahanya terlihat tegar, kokoh dan bulat berisi bagai
bulir padi raksasa.. Entah disegaja atau tidak, yang jelas pantatnya
sesekali digoyang kekanan dan kekiri seiring tangannya yang sedang
membilas pakaian yang dicucinya. Dan sambil melakukan aktivitasnya,
sesekali juga Tacik bertanya, “Om Hr.. hari ini koq kelihatan fress
benar apa semalam mendapat pelayanan yang sangat istimewa dari isteri..
he.. he.. he.., keramas lagi.. hi.. hi.. hi..” kata Tacik sambil ketawa
cekikikan. “Cerita donk.., biar aku juga ikut tahu, biar nggak hanya
menduga- duga saja..” timpalnya lagi sambil menoleh dan mengedipkan
sebelah matanya, kayak Jaja Miharja dalam Kuis Dangdut di TPI. “Ah Tacik
koq mau tahu aja, kalau aku ceritain, nanti Tacik jadi grenk terus
gimana.. hayoo.. apa nggak malah berabe, coba dipikir.. heh.. he.. he..”
jawabku setengah menggoda sambil memancing reaksinya. Dan ternyata,
rasa ingin tahunya semakin menjadi-jadi, terbukti dia menghentikan
aktivitasnya dan sambil memercikkan air dari kesepuluh jarinya berkata
“Sesekali boleh khan, tahu rahasia tetangga kita.. heh.. he.. he..”
katanya sambil menoleh kearahku sehingga buah dadanya yang ranum dan
berukuran 39 c itu kelihatan menggelantung berat seakan-akan melambai
untuk minta dibelai dan dihisap habis puting-putingnya. “Boleh-boleh aja
asal kalau nanti agak berbau porno.. nggak nyalahin kita, apalagi
menuntut kenapa semalam koq nggak diajak ikut nimbrung.. heh.. he..
he..” kataku mulai berani terang- terangan sambil melempar batang korek
ke arah dadanya, dan tepat mengenai tengah belahan buah dadanya. “Edian
tenan.. Om.. tembakan korekmu tepat sasaran, pas di tengah-tengah susuku
yang montok, aku jadi geli.. hi.. hi.. hi..” Katanya sambil merogoh
batang korek yang masuk kebelahan buah dadanya, sehingga saat merogoh
batang korek tersebullah buah dadanya yang putih mulus, mengkal dan
ranum itu di hadapanku.
Walau omong-omong kami sudah mulai mengarah hal-hal yang bersifat
rangsangan birahi, namun aku belum berani memulai tindakan fisik, karena
aku kuatir kalau semua yang dilakukan Tacik hanya upaya untuk memancing
dan atau untuk mengetahui kecerobohan diriku, mengingat Tacik amat
dekat sekali dengan isteriku. Bahkan aku berpikir ” Jangan-jangan ulah
Tacik memancing-mancing reaksi birahiku itu, semua dilakukan atas
suruhan atau permintaan isteriku “. Kataku dalam hati. Sambil memasang
sumbu-sumbu kompor yang sudah dapat separo, aku terus ngomong-ngomong
hal- hal yang agak lebih hot lagi, dan kelihatan Tacik sudah mulai
terpengaruh atas semua obrolan birahi, terbukti sesekali dia sering
membetulkan letak BH yang membungkus buah dadanya yang super besar itu.
Saat aku pandang, ternyata kerjaan cuciannya sudah selesai, sambil
menyambar handuk putihnya dia berucap “Om.. aku mandi dulu ya, awas
jangan ngintip lho..?” ujarnya sambil melenggak-lenggokkan patatnya yang
besar dan gempal itu sebelum masuk kekamar mandi. Saat masuk kamar
mandi, ternyata pintunya tidak dikunci, namun aku tidak ambil pusing
walau pintu kamar mandinya tidak dikunci. Karena aku masih beranggapan
kalau tindakan yang dilakukan Tacik dalam percakapan yang sudah mengarah
hal-hal bersifat birahi tadi merupakan usaha Tacik untuk mencoba
ngetest atas kesetiaanku terhadap isteri. Oleh karena itu, meskipun
penisku terasa besar membengkak dan panas berdenyut-denyut, karena
terpengaruh atas percakapanku dengan Tacik yang sangat membangkitkan
birahiku, aku tetap mencoba untuk mengalihkan pikiran tersebut dengan
menyelesaikan pembenahan sumbu-sumbu kompor yang diminta Tacik barusan.
Namun saat aku mulai bisa mengusir pikiran jorokku untuk bisa membelai,
mengelus dan meraba inci demi inci atas tubuh putih mulus Tacik yang
sedang mandi tersebut, tiba-tiba dari kamar mandi terdengar panggilan
agak halus dari Tacik, “Om.. sorry ya, tadi aku lupa kalau sabun mandiku
udah habis, tolong ambilkan sabun mandi dibungkusan belanjaan yang aku
taruh diatas meja barusan ya..”? Pintanya dengan suara yang agak manja.
“Diambil sendiri chan bisa sih Cik, tanganku belepotan minyak tanah
nich..” Jawabku sambil melihat kearah meja yang dimaksud dan memang
benar diatas meja dapur terdapat bungkusan belanjaan yang terbungkus tas
kresek hitam. “Tolong dong Om.. aku udah telanjur telanjang bulat
nich.. malu khan kalau keluar dalam keadaan bugil..”? Pintanya lagi
dengan suara yang lebih manja. Sesaat, mendengar suaranya yang manja
itu, aku jadi lupa atas anggapanku kalau Tacik lagi melaksanakan tugas
reserse dari isteriku. Maka seketika, pikiran jorokku terhadap Tacik
menjadi bangkit dan menggelora bagai air bah yang datang dengan
tiba-tiba. Kemudian aku bangkit berdiri untuk cuci tangan, dan melangkah
kemeja dapur untuk mengambil bungkusan belanja yang berisi sabun mandi
tersebut. ” Oke.. oke.. tak ambilin dech..”, Kataku agak parau,
membayangkan ketelanjangan Tacik yang punya body aduhai dan semlohai
itu.
Setelah kudapat sabun mandi yang diminta, aku langsung menuju kamar
mandi, dan ternyata benar pintunya tidak dikunci, sedikit terbuka, dan
dari dalam kamar mandi terdengar teriakan kecil Tacik “Cepat dikit donk
Om.., kelamaan telanjang bisa-bisa masuk angin nich..”. katanya sangat
manja dan begitu menggoda nafsu birahiku Begitu sampai di pintu kamar
mandi, aku kuakkan sedikit pintunya dan memang benar apa yang dikatakan
bahwa Tacik bener-bener dalam keadaan telanjang bulat berdiri agak
mengangkang, sehingga dari celah belahan bongkahan pantatnya yang gempal
kelihatan memeknya yang merah tebal berbulu menyembul agak malu-malu
dalam posisi membelakangiku sedang tangannya dijulurkan untuk menerima
uluran tanganku yang mau memberikan sabun mandi yang diminta.
Sesaat melihat tubuh telanjang Tacik pikiranku sebagai seorang
laki-laki jadi bergemuruh, meledak-ledak dan nafsu birahiku bangkit
begitu menggelora dan penisku semakin terasa panas, meronta-ronta dan
denyutannya semakin terasa mendetak-detak kayak detak jarum jam
layaknya, saking tidak kuatnya menahan gelora nafsu birahiku, rasanya
aku seakan ingin langsung menerkam dan menelan bulat-bulat tubuh
telanjang yang ada dihadapanku itu. Aku ingin saja menerkam tacik yang
ada di depanku. Namun sebagai seorang intelek, aku langsung berpikir,
bahwa apa yang dilakukan Tacik dengan telanjang membelakangiku berarti
bukan merupakan perasaan malu yang dia tunjukkan karena berhadapan
denganku, karena apabila dia malu karena terlihat telanjang olehku,
tentunya pintu tetap ditutup atau dibuka sedikit dan tanganya bisa
dijulurkan keluar untuk menerima sabun, akan tetapi dengan tindakan yang
dia lakukan aku mengira bahwa yang diperbuat Tacik merupakan faktor
kesengajaan yang memang ingin menggugah kelelakianku agar aku terangsang
hebat dan bergairah sehingga aku tidak tahan untuk bertindak brutal
menyetubuhinya.
Berdasarkan pemikiran itu, maka secepat kilat celana pendek yang aku
kenakan aku buka, maka tersembullah penisku yang sudah membengkak besar
dan berdenyut-denyut, lalu aku sorongkan penisku kejuluran tangan Tacik,
sambil berkata “Cik sabunnya nich..”. Dan juluran tangan Tacik
menggapai-nggapai untuk meraih sabun yang dimaksud, karena jorongan
penisku lebih rendah maka tangan dan jemari Tacik aku bimbing untuk
memegangnya. Dan Tacik kelihatan agak terperanjat malu karena sabun yang
seharusnya digenggamnya dingin tetapi terasa panas berdenyut-denyut,
sesaat dia menoleh untuk melihat benda yang dipegangnya, respon yang
ditunjukkan demi melihat penisku sudah ada dalam genggamannya
seakan-akan terkejut “Ahh, Om nakal banget sih dan punyamu bener-bener
luar biasa, besar, keras dan kokoh sekali..” katanya sambil tersenyum
melihat keberhasilan upayanya untuk memancing birahiku
Sesaat melihat tubuh telanjang Tacik pikiranku sebagai seorang
laki-laki jadi bergemuruh, meledak-ledak dan nafsu birahiku bangkit
begitu menggelora dan penisku semakin terasa panas, meronta-ronta dan
denyutannya semakin terasa mendetak-detak kayak detak jarum jam
layaknya, saking tidak kuatnya menahan gelora nafsu birahiku, rasanya
aku seakan ingin langsung menerkam dan menelan bulat-bulat tubuh
telanjang yang ada dihadapanku itu. Namun sebagai seorang intelek, aku
langsung berpikir, bahwa apa yang dilakukan Tacik dengan telanjang
membelakangiku berarti bukan merupakan perasaan malu yang dia tunjukkan
karena berhadapan denganku, karena apabila dia malu karena terlihat
telanjang olehku, tentunya pintu tetap ditutup atau dibuka sedikit dan
tanganya bisa dijulurkan keluar untuk menerima sabun, akan tetapi dengan
tindakan yang dia lakukan aku mengira bahwa yang diperbuat Tacik
merupakan faktor kesengajaan yang memang ingin menggugah kelelakianku
agar aku terangsang hebat dan bergairah sehingga aku tidak tahan untuk
bertindak brutal menyetubuhinya. Berdasarkan pemikiran itu, maka secepat
kilat celana pendek yang aku kenakan aku buka, maka tersembullah
penisku yang sudah membengkak besar dan berdenyut-denyut, lalu aku
sorongkan penisku kejuluran tangan Tacik, sambil berkata “Cik sabunnya
nich..”. Dan juluran tangan Tacik menggapai-nggapai untuk meraih sabun
yang dimaksud, karena jorongan penisku lebih rendah maka tangan dan
jemari Tacik aku bimbing untuk memegangnya. Dan Tacik kelihatan agak
terperanjat malu karena sabun yang seharusnya digenggamnya dingin tetapi
terasa panas berdenyut-denyut, sesaat dia menoleh untuk melihat benda
yang dipegangnya, respon yang ditunjukkan demi melihat penisku sudah ada
dalam genggamannya seakan-akan terkejut “Ahh, Om nakal banget sih dan
punyamu bener-bener luar biasa, besar, keras dan kokoh sekali..” katanya
sambil tersenyum melihat keberhasilan upayanya untuk memancing birahiku.
REPOST BY: AsianPoker88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar