Minggu, 17 April 2016

Mereka yang Memilih Pulang Nama daripada Gagal di Medan Tugas


Mereka yang Memilih Pulang Nama daripada Gagal di Medan Tugas



Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu melontarkan pujian kepada prajurit Komando 

Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Meski dengan alutsista yang minim, Kopassus mampu 

menjadi pasukan elite nomor tiga di dunia. .

"Kita membentuk pasukan antiteror, pasukan kita hebat-hebat, ada polisi, darat, laut 

dan udara. Pasukan teror Kopassus nomor tiga setelah Israel dan Inggris. Alat segitu 

saja nomor tiga, apalagi diperbarui, bisa nomor satu," kata Ryamizard di Jakarta, Rabu 

13 April 2016.

Pernyataan Ryamizard itu merujuk pada program Discovery Channel Military edisi Tahun 

2008 yang pernah membahas tentang pasukan khusus terbaik di dunia.

Pujian juga dilontarkan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pada acara 

Peringatan HUT ke-64 Kopassus di Markas Komando Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.

Jenderal Gatot mengibaratkan Prajurit Kopassus seperti angin, tidak ada tempat bisa 

bersembunyi dari Kopassus selama masih ada angin. Jadi, Prajurit Kopassus bisa masuk 

dan keluar tanpa terlihat, makanya mereka hanya berlatih, berlatih dan berlatih.

"Kopassus tidak perlu dipuji, mati tanpa pusara dan prestasi tanpa pujian, karena 

mereka memang dibentuk sebagai prajurit-prajurit yang siap melaksanakan tugas," tegas 

Panglima TNI, Sabtu (16/4/2016).

Ya, hari ini memang bertepatan dengan HUT Kopassus. Dengan perjalanan panjang selama 

64 tahun, Kopassus terus membuat namanya menjadi harum. Pasukan yang dilatih untuk 

siap di segala misi khusus di medan perang ini memang memiliki nama yang cukup 

disegani di mancanegara.

Bergerak dalam grup-grup kecil yang dibuat secera fleksibel dalam setiap pertempuran 

yang dijalankan, Kopassus muncul sebagai tim elite militer kebanggan Indonesia yang 

kerap mengemban tugas sulit dan berbahaya.

Operasi Mapenduma

Salah satu tugas sulit itu adalah ketika prajurit Kopassus mendapat perintah untuk 

membebaskan sandera dalam Operasi Mapenduma pada tahun 1996. Operasi pembebasan 

sandera Mapenduma adalah operasi militer untuk membebaskan peneliti dari Ekspedisi 

Lorentz '95 yang disandera Organisasi Papua Merdeka.

Personel yang terlibat dalam operasi ini sebagian besar berasal dari Kopassus dan 

dipimpin oleh Komandan Kopassus ketika itu Brigadir Jenderal TNI Prabowo Subianto. 

Selain itu, operasi juga dirancang dengan melibatkan kesatuan Marinir, Batalion 330 

Kostrad, dan Batalion Organik Kodam VIII Trikora sebagai pasukan penyekat.

Pada 8 Januari 1996 didapat kabar dari Mission Aviation Fellowship cabang Wamena 

kepada Kodim Jayawijaya, Irian Jaya, sejumlah peneliti yang tergabung dalam Ekspedisi 

Lorentz '95 disandera oleh OPM kelompok Kelly Kwalik di desa Mapenduma, Kecamatan 

Tiom, Kabupaten Jayawijaya (kini Provinsi Papua).

Sejumlah proses negosiasi dilakukan dan melibatkan banyak pihak, seperti ABRI (kini 

TNI), Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Palang Merah Internasional (ICRC). Namun, 

semuanya tak membuahkan hasil.

Pada 2 Maret 1996, Kelly Kwalik menyatakan tidak akan melepaskan sandera sebelum 

mendapat pengakuan pemerintah RI terhadap keberadaan negara Republik Papua Barat. 

Namun keinginan mereka tak bisa dipenuhi dan proses negosiasi terus diupayakan.

Pada 9 Mei 1996 pembebasan 12 sandera (lima sandera peneliti biologi Indonesia dan 

tujuh peneliti asing dari Inggris, Belanda, dan Jerman) buntu. Upaya pembebasan secara 

damai selama hampir empat bulan gagal total. Pesta babi yang diminta pentolan 

gerombolan, Kelly Kwalik, sebagai syarat pembebasan sehari sebelumnya, diingkari 

Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Segera setelah ada izin dari otoritas tertinggi di Jakarta dan persetujuan wakil 

negara-negara yang terlibat dalam negosiasi, delapan helikopter jenis Bell 412 dan 

Bolco 105 milik Dinas Penerbang AD bersegera mengangkut tim pemukul dari Kopassus 

menuju sasaran. Tujuannya Mapenduma, lokasi para sandera disekap pemberontak.

Operasi Pembebasan

Namun, sandera yang sudah dibawa kabur gerombolan ke tengah hutan gagal ditemukan. 

Operasi pencarian pun dilanjutkan kembali. Satuan pemburu jejak yang telah menguntit 

gerakan gerombolan selama berbulan-bulan diperintahkan mempertajam daya endusnya.

Unit ini terdiri dari anggota Kopassus dan tentara asal Papua yang sudah mendapat 

pelatihan memburu jejak dan survival di hutan. Hasil penelusuran tim inilah yang 

menentukan titik koordinat keberadaan para penyandera.

Pada 14 Mei 1996, Kepala Staf Umum ABRI Letjen Soeyono menyatakan setelah empat bulan 

ditempuh upaya persuasif tidak membawa hasil, termasuk melalui ICRC, maka ABRI 

memutuskan untuk membebaskan sandera dengan operasi militer.

15 Mei 1996, drama penyanderaan selama 129 hari itu diakhiri. Satu unit (sembilan 

orang) pemukul Kopassus menjepit gerombolan. Upaya ini berhasil menyelamatkan sembilan 

sandera oleh tim pencegat dari Batalion 330.

Dari 11 sandera yang masih bersama OPM, 9 sandera dibebaskan dengan selamat, sedangkan 

dua yang lain, keduanya warga negara Indonesia, masing-masing Navy Panekenan dan 

Yosias Mathias Lasamahu, meninggal dunia dibacok OPM.

Di pihak OPM, menurut keterangan ABRI, 8 orang tewas dalam pertempuran jarak dekat, 

dua ditahan. Sedangkan dari pihak ABRI yang didukung 400 personel dari berbagai 

kesatuan, sebagian besar dari Kopassus, tak satu pun menjadi korban. Namun, tercatat 

lima anggota TNI gugur akibat jatuhnya sebuah helikopter saat penyerbuan.

Operasi Mapenduma merupakan salah satu tugas paling sulit yang pernah dihadapi pasukan 

Kopassus, karena berada di wilayah yang sangat sulit secara geografis serta melibatkan 

sandera sipil. Sehingga, personel Kopassus harus memikirkan keselamatan para sandera 

sebelum memutuskan untuk bertempur dengan pihak lawan.

Dari sekian penugasan, Kopassus selalu memberi bukti seperti slogan yang mereka pegang 

erat: Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal di Medan Tugas.

REPOST BY: asianpoker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar